Antara Dijajah Belanda dan Jepang
(Sumber gambar : fadlie.web.id)
Selain karena untuk memenuhi
kerinduan kakek dan nenek saya yang ingin sekali bertemu dengan saya,
saya juga ingin bicara banyak dengan kakek saya sore itu. Hampir tidak
pernah saya bicara panjang lebar dengannya untuk mendiskusikan sesuatu.
Saya ingin menelusuri nasab atau garis keturunan saya, dari
kakek, buyut, sampai yang paling tinggi yang kakek saya ingat, lalu saya
akan berusaha mengingatnya baik-baik. Jadi suatu saat jika saya punya
keturunan, mereka akan mengetahui silsilah keturunannya. Selain itu saya
ingin mendengar cerita-cerita dari kakek saya yang lahir pada tahun
1925 tersebut semasa kecil. Boleh dibilang saat ini beliaulah saksi
sejarah yang paling saya kenal, yang hidup dan merasakan langsung
kondisi Indonesia sejak Jaman Belanda hingga sekarang ini. Selama ini
saya membaca cerita-cerita sejarah Indonesia dari buku-buku pelajaran
yang banyak diragukan keabsahannya atau dari film-film saja. Dengan
mendengar cerita dari kakek saya, saya berharap persepsi saya mengenai
kondisi masyarakat waktu itu, kehidupan waktu itu, dan cerita-cerita
yang pernah saya dengar sebelumnya dapat lebih tegas tergamblangkan.
Tujuan saya yang pertama untuk
menanyakan silsilah keluarga saya kurang membuahkan hasil, karena kakek
saya sudah tidak ingat lagi nama kakeknya. Beliau hanya ingat nama
bapaknya (kakek buyut saya). Tetapi setidaknya saya dapat mengetahui
nama kakek buyut saya.
Lanjut ke pembahasan berikutnya,
saya meminta kakek untuk menceritakan pengalaman-pengalamannya semasa
kecil, saat masa penjajahan Belanda dan Jepang. Kakek saya menceritakan
perlakuan dua bangsa penjajah itu terhadap masyarakat pribumi. Yang
menarik buat saya, beliau mengatakan bahwa dijajah Belanda masih mending
daripada dijajah Jepang. "Dijajah Londo kuwi isih kepenak, panenan dijupuk Londo mung sebagian (dijajah Belanda itu masih enak, hasil panen yang diambil Belanda hanya sebagian)," kata Kakek.
Pada masa penjajahan Belanda di
tahun 1900-an Belanda menerapkan sistem sewa tanah. Pada masa itu
orang-orang swasta asal Belanda banyak yang membangun perkebunan di
Indonesia dengan menyewa tanah orang pribumi -selain tanah-tanah
pertanian warga- dari Pemerintah Belanda. Ini yang masih membuat saya
bingung. Tanah tetap milik orang pribumi tapi uang sewa tanah diberikan
kepada Belanda sebagai negara penjajah.
Saat itu ada dua pilihan bagi
orang-orang pribumi. Menjadi buruh di perkebunan-perkebunan yang disewa
orang Belanda atau menggarap tanahnya sendiri bagi mereka yang punya
tanah. Kakek saya mengatakan pada masa penjajahan Belanda (1900-an) para
petani yang menggarap tanahnya sendiri wajib menyetor beberapa hasil
panen kepada orang Belanda yang menyewa tanah dari Keraton Solo. Kakek
saya saat itu tidak menggarap tanah perkebunan, akan tetapi tanah
pertanian miliknya sendiri. Dari sini saya mengambil kesimpulan -entah
salah atau benar- bahwa tanah pertanian saat itu dikuasai oleh pihak
keraton, dan orang Belanda dapat mengambil keuntungan dengan membayar
uang sewa tanah kepada Keraton. Lalu para petani bertugas menggarap
tanahnya dan memberikan sebagian hasil panen kepada orang Belanda yang
menyewa tanah.
Sistem 'eksploitasi' pertanian
seperti itu berubah setelah kedatangan Bangsa Jepang. Menurut kakek saya
orang Jepang merampas habis seluruh hasil panen. Semasa pendudukan
Jepang suatu waktu akan ada bunyi kenthongan berulang-ulang yang
menandakan para tentara Jepang akan melakukan 'razia' dengan masuk ke
rumah-rumah penduduk mengambil hasil panen yang disimpan warga, seperti
jagung dan lain-lain tanpa tersisa. Pernah kakek saya menyembunyikan
beberapa jagung dengan menguburnya di dalam tanah, hingga beliau
sendiri lupa dan akhirnya beberapa hari setelahnya, jagung yang beliau
simpan dalam tanah tersebut tumbuh menjadi pohon. Kata kakek, seluruh
hasil panen yang diambil oleh Jepang akan dikumpulkan di sebuah lapangan
lalu diangkut menggunakan pesawat ke Negeri Nippon/ Jepang (orang-orang
dulu terkadang menyebut negara Jepang dengan sebutan Nippon).
Walaupun dijajah bangsa
lain-Jepang, Belanda, atau Inggris-itu jelas tidak enak, tetapi dari
penuturan kakek saya yang lahir tahun 1925, masih mending dijajah
Belanda pada tahun-tahun tersebut dengan sistem liberal yang mereka
terapkan dari pada sistem pemaksaan yang diterapkan oleh Jepang.
Hidup yang Sebenarnya Tidak Sama dengan Film
Gambaran yang tertanam dalam
pikiran saya sebelum pertemuan sore itu mengenai masa penjajahan adalah
kondisi masyarakat yang serba ditindas, kelaparan, dan terjadi perang di
mana-mana. Mungkin tidak salah juga, tetapi menurut saya pada tahun
1900-an kehidupan masyarakat -Desa Nglorog tempat kakek saya tinggal-
masih lebih baik dari pada tahun-tahun sebelumnya, terutama setelah
sistem tanam paksa dihapuskan. Artinya masyarakat masih bisa mendapatkan
hasil panennya atau mendapat upah dari perkebunan tempatnya bekerja.
Tidak dipaksa bekerja habis-habisan. Selain itu anggapan saya mengenai
kondisi masyarakat yang melakukan perang terus-menerus dengan penjajah
juga terpatahkan oleh pernyataan kakek saya. Menurut penuturan beliau di
daerah Desa Nglorog tempatnya tinggal tidak terjadi peperangan.
Peperangan saat itu terjadi di tempat-tempat tertentu.
Saat Itu Dipenjara Lebih Enak
Ketika saya mencoba mengupas
mengenai tindakan-tindakan penjajah masa itu yang dilakukan oleh
pegawai-pegawai Belanda kepada orang-orang pribumi di area perkebunan,
kakek saya mengatakan bahwa perkebunan-perkebunan karet yang banyak
terdapat di Desa Nglorog saat itu dijaga sangat ketat. Beliau bercerita
mengenai salah seorang temannya yang ditahan oleh orang Belanda karena
kepergok mengambil rumput di perkebunan. Kata kakek, temannya tersebut
justru mendapat perlakuan yang 'istimewa' dipenjara. Istimewa karena
saat dipenjara, teman kakek saya tersebut mendapatkan jatah makan dengan
menu yang cukup 'mewah' pada saat itu. Beliau diberi telur dan daging.
Tetapi tentu makanan yang enak tidak bisa menggantikan rasa nikmat
menghirup udara bebas di luar penjara.
Sekian postingan ini. Mungkin
jika bertemu dengan kakek saya lagi, beliau akan saya minta bercerita
lebih detail mengenai masa-masa penjajahan dulu. Terimakasih!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar